ListrikIndonesia | Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) sukses menggelar Musyawarah Nasional (MUNAS) ke-2 yang berlangsung di Jakarta, pada 10 April 2021. Dalam Munas tersebut Fabby Tumiwa terpilih menjadi Ketua Umum dan Arya Rezavidi Ketua Dewan Pakar AESI periode 2021-2024.
Jakarta ANTARA - Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI mendorong penguatan ekosistem pembangkit listrik tenaga surya di dalam negeri agar bisa menumbuhkan industri modul surya hingga menciptakan pasar bagi energi ramah lingkungan. "Kami mendorong penguatan ekosistem PLTS di Indonesia mulai dari industri, pasar, pelaku, dan standarnya," kata Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa di Jakarta, Selasa. Fabby menjelaskan saat ini 80 persen kebutuhan modul surya di dalam negeri berasal dari impor. Permintaan masyarakat yang cenderung kecil membuat industri modul surya lokal belum terbentuk, sehingga kebutuhan modul surya masih harus dipasok dari China. Menurutnya, komitmen negara-negara di seluruh dunia yang terus berupaya menekan emisi gas rumah kaca akan menciptakan ledakan permintaan untuk membangun PLTS yang bisa meningkatkan gairah industri modul surya. Baca juga Pertamina matangkan desain pemanfaatan energi surya untuk Pertashop Berdasarkan laporan Agensi Energi Internasional IEA, pembangunan PLTS yang saat ini rata-rata 160-180 gigawatt per tahun harus naik menjadi 650 gigawatt per tahun bila dunia mau mengarah ke net zero emission. Bahkan China dikabarkan akan membangun 140 gigawatt energi terbarukan dengan komposisi 80 gigawatt terletak pada listrik matahari pada tahun ini. AESI melihat sel surya dan modul surya akan menjadi komoditas dengan nilai tinggi di masa depan, sehingga akan berdampak terhadap persoalan keamanan energi jika Indonesia terus bergantung kepada produk impor. "Kami mendorong agar industri PLTS dalam negeri yang terintegrasi dari hulu ke hilir bisa dibangun di Indonesia untuk mengamankan kebutuhan 10 gigawatt per tahun sampai dengan 2030," kata Fabby. Baca juga Kapasitas terpasang PLTS atap capai 26,51 MWp hingga Maret 2021 Lebih lanjut dia menceritakan bahwa industri-industri PLTS di dalam negeri saat ini hanya sebatas merakit modul surya menjadi panel surya yang menyebabkan harga PLTS cenderung lebih mahal karena mayoritas kebutuhan produknya masih disuplai dari luar negeri. Indonesia dituntut harus bisa membangun industri sel surya agar bisa mengurangi ketergantungan bahan baku modul hingga ke hulu. Tak hanya itu, kaca rendah iron hingga inverter juga bisa dibuat oleh industri lokal karena bahan bakunya tersedia di dalam negeri. "Inverter itu mempengaruhi 30-40 persen harga bagi pelanggan rumah tangga karena kita masih impor inverter dari China, Australia, Korea, India. Industri ini harus dibangun karena punya pasar yang besar," kata Fabby. Dalam lima tahun ke depan, AESI menargetkan dapat membentuk solar prenuer atau pengusaha PLTS agar dapat melayani calon konsumen di seluruh Indonesia terkait penyediaan kebutuhan energi terbarukan nasional. Sejak dibentuk pada 2016 lalu, AESI kini tercatat memiliki 200 anggota yang terdiri dari perusahaan-perusahanan energi, developer, pengusaha, supplier, konsultan hingga masyarakat yang antusias terhadap Sugiharto PurnamaEditor Budi Suyanto COPYRIGHT © ANTARA 2021KumpulanBerita ASOSIASI ENERGI SURYA INDONESIA Terbaru Hari Ini. big carousel. Bisnis Tren Penggunaan Pembangkit Energi Surya Makin Marak. Tren Penggunaan Pembangkit Energi Surya Makin Marak. Berita Pilihan. Partner Tantrum | 11:03 WIB. Ketimpangan Investasi Melanda Seluruh Dunia.
Tahun 2018 sekitar 500 pengguna, sekarang naiknya 486 persen hanya dalam kurung waktu tiga tahun. Itu pertumbuhan yang luar ANTARA - Asosiasi Energi Surya Indonesia AESI menyebutkan angka pertumbuhan sel surya mencapai 486,49 persen dalam tiga tahun terakhir terhitung sejak 2018 hingga Maret 2021. Wakil Ketua Umum AESI Athony Utomo mengatakan pertumbuhan yang hampir lima kali lipat itu mengindikasikan tingginya minat masyarakat terhadap penggunaan energi bersih. "Tahun 2018 sekitar 500 pengguna, sekarang naiknya 486 persen hanya dalam kurung waktu tiga tahun. Itu pertumbuhan yang luar biasa," kata Anthony dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Senin. Baca juga AESI harga rokok lebih mahal ketimbang cicilan panel surya Hingga Maret 2021, total jumlah pelanggan pembangkit listrik tenaga surya PLTS atap tercatat sebanyak rumah tangga dengan total kapasitas daya listrik yang dihasilkan mencapai 26,51 megawatt peak MWp. Jawa Barat menjadi wilayah dengan pemanfaatan PLTS atap terbesar di Indonesia yang bisa menghasilkan listrik 6,17 MWp, lalu disusul Jakarta Raya sebesar 5,87 MWp, kemudian Jawa Tengah dan Yogyakarta sebesar 5,31 MWp. Anthony mengungkapkan bahwa penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang penggunaan sistem PLTS atap oleh konsumen PLN menjadi booster yang mendorong peningkatan signifikan penggunaan solar sel Indonesia. Menurutnya, angka pertumbuhan solar sel itu justru lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan gross domestic product GDP atau produk domesik bruto nasional. "Pertumbuhan GDP kita saja 5,0 persen sudah empot-empotan, ini dalam waktu hanya tiga tahun tumbuhnya 485 persen atau hampir lima kali lipat," ujar Anthony. Baca juga Listrik di Papua pakai tenaga surya Dalam pemberitaan sebelumnya, pemerintah menyatakan berkomitmen akan menjadikan listrik tenaga surya sebagai penopang bauran energi baru tebarukan EBT melalui penambahan kapasitas pembangkit sebesar 38 gigawatt GW hingga tahun 2035. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ego Syahrial mengatakan pemerintah memprioritaskan energi surya karena biaya investasi yang semakin rendah dari tahun ke tahun. "Pengembangan pembangkit EBT sampai tahun 2035 diharapkan akan ada tambahan sebesar 38 GW yang akan didominasi oleh pembangkit listrik tenaga surya mengingat harganya semakin kompetitif," kata Ego Sugiharto PurnamaEditor Nusarina Yuliastuti COPYRIGHT © ANTARA 2021
Dari deklarasi 2,3 GW proyek PLTS di ISS 2022 menunjukkan potensi energi surya yang sangat besar di Indonesia. Indonesia bisa jadi solar power house di Asia Tenggara dengan potensi pertumbuhan 3-4 GW per tahun jika tidak dihalang-halangi. International Solar Alliance, Asosiasi Energi Surya Indonesia, dan Clean Affordable and Secure Energy
DataKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang terbaru menunjukan bahwa berdasarkan ketersediaan lahan yang cocok untuk pemanfaatan energi surya melalui PLTS, mempunyai potensi energi surya di Indonesia mencapai 3.300 GigaWatt. Energi surya bisa menjadi penyedia utama kebutuhan listrik di Indonesia. Potensi PLTS atap yang dibangun oRxr.